detikfinance
Jakarta -Penerimaan negara dari sektor pajak pada
tahun 2013 dilaporkan mencapai Rp 919,8 triliun. Capaian tersebut masih kurang
Rp 75,4 triliun dari target APBN Perubahan 2013 yang sebesar Rp 995,2 triliun.
Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany mengatakan pada akhir Desember, penerimaan pajak sebesar Rp 916,3 triliun. Namun, ada pencatatan yang belum terakumulasi yang nilainya mencapai Rp 3,5 triliun.
"Jadi ada penambahan Rp 3,5 triliun dari angka yang kita lihat. Khusus dari DJP," kata Fuad dalam konferesi pers, di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (6/1/2014).
Fuad menjelaskan, telatnya pencatatan memang menjadi kendala teknis setiap tahunnya. Sehingga laporan penerimaan pajak baru terakumulasi satu minggu setelah awal tahun.
"Karena jam 3 sore tanggal 31 Desember masih ada wajib pajak yang menyetor. Terutama bendahara daerah. Karena belanja negara itu dia akhir tahun itu memang numpuk dan ada ribuan SPN yang masuk. Itu tidak mungkin bisa selesai tanggal 31. Maka itu 3 Januari dan sekarang baru selesai," paparnya.
Ia menuturkan penerimaan pajak tersebut merupakan andil dari setoran perusahaan besar sebesar 55%, perusahaan kelas menengah sebesar 45% dan kelas UKM sebesar 2%. Menurut Fuad peningkatan yang cukup signifikan adalah kelompok informal dengan omzet besar.
"Ini harusnya keberuntungan. Karena pengusaha kecil kita itu meningkat. Itu banyak juga nanti," ujarnya.
Lemahnya penerimaan pajak, menurut Fuad adalah akibat dari kondisi perekonomian global yang belum sepenuhnya membaik. Apalagi 55% perusahaan besar yang menjadi WP bergantung pada harga komoditas.
"Iya ini kan masalah harga komoditas yang belum membaik. Terus pertumbuhan yang juga melambat. Akan terus kita tingkatkann kedepannya," ungkap Fuad.
Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany mengatakan pada akhir Desember, penerimaan pajak sebesar Rp 916,3 triliun. Namun, ada pencatatan yang belum terakumulasi yang nilainya mencapai Rp 3,5 triliun.
"Jadi ada penambahan Rp 3,5 triliun dari angka yang kita lihat. Khusus dari DJP," kata Fuad dalam konferesi pers, di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (6/1/2014).
Fuad menjelaskan, telatnya pencatatan memang menjadi kendala teknis setiap tahunnya. Sehingga laporan penerimaan pajak baru terakumulasi satu minggu setelah awal tahun.
"Karena jam 3 sore tanggal 31 Desember masih ada wajib pajak yang menyetor. Terutama bendahara daerah. Karena belanja negara itu dia akhir tahun itu memang numpuk dan ada ribuan SPN yang masuk. Itu tidak mungkin bisa selesai tanggal 31. Maka itu 3 Januari dan sekarang baru selesai," paparnya.
Ia menuturkan penerimaan pajak tersebut merupakan andil dari setoran perusahaan besar sebesar 55%, perusahaan kelas menengah sebesar 45% dan kelas UKM sebesar 2%. Menurut Fuad peningkatan yang cukup signifikan adalah kelompok informal dengan omzet besar.
"Ini harusnya keberuntungan. Karena pengusaha kecil kita itu meningkat. Itu banyak juga nanti," ujarnya.
Lemahnya penerimaan pajak, menurut Fuad adalah akibat dari kondisi perekonomian global yang belum sepenuhnya membaik. Apalagi 55% perusahaan besar yang menjadi WP bergantung pada harga komoditas.
"Iya ini kan masalah harga komoditas yang belum membaik. Terus pertumbuhan yang juga melambat. Akan terus kita tingkatkann kedepannya," ungkap Fuad.
(mkl/dru)
Analisis
Kemenkeu seharusnya tidak focus
hanya pada di penerimaan, pengeluaran diserahkan sepenuhnya ke Kementerian.
Penerimaan otomatis meningkat jika pengeluaran diarahkan kearah yg lebih
produktif.dan Kemenkeu harus lebih berinovasi untuk menyaring para wajib pajak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar