detikfinance
Jakarta -Angka kekurangan rumah (backlog) di
Indonesia masih tinggi mencapai 1 juta unit per tahun dengan total hingga 15
juta rumah. Penyebabnya karena kenaikan harga tanah dan properti yang melampaui
kenaikan pendapatan masyarakat setiap tahunnya.
"Angka kekurangan rumah atau backlog 1 juta unit per tahun, karena ekonomi nggak berkualitas, tanah jadi rebutan pemilik modal," kata Pengamat Kebijakan Publik Andrinof Chaniago saat Diskusi Akhir Tahun Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Tema "Akselerasi Membenahi Indonesia, Menuju Masa Depan Gemilang," di Kantor HMI, Menteng, Jakarta, Minggu (29/12/2013).
Ia menjelaskan, saat ini harga tanah maupun properti di Indonesia sudah semakin tinggi sehingga tidak mampu dijangkau kalangan menengah ke bawah.
"Indonesia lebih kapitalis dari AS, liberal lebih dari negara pencetusnya, tanah pun dijual. Harga tanah naik terus, dalam 5 tahun sudah naik berapa, bandingkan dengan upah ekonomi bawah, nggak mampu beli rumah," terangnya.
Ia mencontohkan, rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) yang tengah dicanangkan pemerintah tak lain hanyalah mega proyek properti pemerintah.
"Ini mega proyek properti, bukan infrastruktur yang bisa tingkatkan ekonomi," katanya.
Saat ini, kata dia, pembangunan yang digarap pemerintah cenderung menguntungkan pihak pemodal bukan rakyat kecil sehingga perekonomian pun gagal terangkat.
"Jembatan itu menyuburkan sektor properti, kalau itu jadi bisa dibikin jalan tol, properti marak, masyarakat jadi susah beli rumah karena harganya tinggi. Sekarang ekonomi kita hanya untuk pebisnis bukan mensejahterakan," cetusnya.
"Angka kekurangan rumah atau backlog 1 juta unit per tahun, karena ekonomi nggak berkualitas, tanah jadi rebutan pemilik modal," kata Pengamat Kebijakan Publik Andrinof Chaniago saat Diskusi Akhir Tahun Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Tema "Akselerasi Membenahi Indonesia, Menuju Masa Depan Gemilang," di Kantor HMI, Menteng, Jakarta, Minggu (29/12/2013).
Ia menjelaskan, saat ini harga tanah maupun properti di Indonesia sudah semakin tinggi sehingga tidak mampu dijangkau kalangan menengah ke bawah.
"Indonesia lebih kapitalis dari AS, liberal lebih dari negara pencetusnya, tanah pun dijual. Harga tanah naik terus, dalam 5 tahun sudah naik berapa, bandingkan dengan upah ekonomi bawah, nggak mampu beli rumah," terangnya.
Ia mencontohkan, rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) yang tengah dicanangkan pemerintah tak lain hanyalah mega proyek properti pemerintah.
"Ini mega proyek properti, bukan infrastruktur yang bisa tingkatkan ekonomi," katanya.
Saat ini, kata dia, pembangunan yang digarap pemerintah cenderung menguntungkan pihak pemodal bukan rakyat kecil sehingga perekonomian pun gagal terangkat.
"Jembatan itu menyuburkan sektor properti, kalau itu jadi bisa dibikin jalan tol, properti marak, masyarakat jadi susah beli rumah karena harganya tinggi. Sekarang ekonomi kita hanya untuk pebisnis bukan mensejahterakan," cetusnya.
(drk/hen)
Analisis
Seharusnya pemerintah memperbanyak rumah bersubsidi dan rumah
susun sewa karean harga rumah yang semakin tidak terjangkau oleh rakyat
berpenghasilan rendah agar dapat merasakan mempunyai rumah selain itu
pemerintah juga bisa dengan memberikan kpr dengan bunga 0% agar masyrakat kecil
tidak merasa terbebani dalam membayar cicilan rumah mereka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar